Friday, May 27, 2011

Rest Eruption of Mount Merapi

Hari itu (Minggu, 15 Mei 2011,  kurang lebih 7 bulan setelah erupsi pada tanggal 26 Oktober 2010) aku berkesempatan naik ke lereng Merapi. Bersama Restu, Surya, dan Kuhe dengan mengendarai dua sepeda motor. Kunjungan kami, ingin melihat langsung dari dekat sisa keganasan Gunung Merapi. 

View Gunung Merapi dari Ketep Pass (Mei 2010)

Berjarak kurang lebih 15 KM dari Agrowisata Turi. Melewati Kali Adem yang dipenuhi pasir lahar dingin dengan kelompok-kelompok kecil penambang pasir yang mengais rezeki dari erupsi Merapi serta deru mesin eskavator sibuk bekerja memindahkan material pasir dan bebatuan.
Sesampai di Desa Kinahrejo, mendung menutupi langit, rintik hujan satu-satu mulai berjatuhan dan udara yang mulai terasa dingin seakan menambah suasana semakin kelabu. Dengan hati miris, diantara puing bangunan dan tunas kecil yang mulai bersemi kembali, aku menyaksikan begitu banyak bukti kekuasaan Allah, sebuah kiamat kecil yang digelar kasat mata...begitu cepat

Sisa puing bangunan
Tunas kecil

Semua rata, semua binasa dengan mudahnya apabila Engkau berkehendak...
Perkampungan yang dulu hijau dan dihuni oleh masyarakat yang bersahaja, kini tak tersisa
hanya barang-barang yang tak sempat terselamatkan menjadi saksi semua itu....

Barang - barang yang tak terselamatkan
Bangunan sekolah rusak
Soko guru tak bertuan

Sembari mengambil beberapa foto, luruh hatiku oleh takjub, dan tunduk kedua mataku yang tak kuasa melihat kebesaranmu Ya Rab...


Ya Allah, ampuni hamba-Mu ini... Tunjukkan jalan utk senantiasa mensyukuri semua nikmat-Mu, dan tunjukkan hidayah utk senantiasa taat kepada-Mu...


Ampunilah kami semua Ya Allah. Berilah kami kekuatan dan kesabaran dalam menerima musibah dengan lapang dada serta ikhlas....


Semoga kami bisa mengambil hikmah dan memperbaiki kehidupan kami kembali menjadi lebih baik di masa mendatang yang Engkau ridhai.. Amiin.. YRA...


Semoga beberapa rekaman lensaku ini, bisa menjadi refleksi bagi kita bersama tuk berkehidupan yang lebih baik di esok hari... Amiin.. InsyaAllah..

Friday, May 20, 2011

Explore the South Wonosari Beach

Siang itu matahari tinggi tepat berada di atas kepala, tetapi tidak menyurutkan niatku untuk melanjutkan perjalanan. Kali ini aku bersama beberapa teman telah berencana mengunjungi kawasan pantai Wonosari Selatan. Hmmmm, baiklah...kita harus tetap melanjutkan perjalanan ini ujar salah seorang teman saya. Motorpun digeber, kami pun melanjutkan perjalanan. Perjalanan ke kawasan pantai sekitar 1,5 Jam dari Yogyakarta, melewati Gunung Kidul dan Wonosari menuju arah selatan. 

Pemandangan begitu indah kanan kiri, hutan jati di daerah Gunung Kidul seakan melindungi kami dari terik yang menembus malu-malu di sela-sela dedaunan. Belum lagi jalanan yang bergelombang turun naik terartur menyusun nada harmoni. Sambil memacu motor, ku sempatkan bercerita seputar pemandangan sepanjang perjalanan kepada Mba' fatma yang ku bonceng. Alangkah indahnya negeri kita ini Mba', kekayaan yang melimpah ruah serta masyarakat yang humanis menambah lengkap kecintaan ku akan negeri Indonesia, ujarku.

Tak terasa, asyik bercerita akhirnya telah sampai di gerbang Kawasan Pantai Selatan. Di sana telah berdiri bapak yang menyodorkan tiket menuju kawasan pantai.  Barisan pantai yang memanjang terdiri dari Pantai Baron,Kukup, Sepanjangan, Drini,New Krakal, Sandranan, dan Sundak. Waw.....terkaget ketika aku membayarkan sepuluh ribuanku, masih dikembalikan Rp.5.000,-. Ga' salah Pak??tanyaku. Tidak Mas, jawab si Bapak.  Ternyata cukup membayar Rp.2500   per orang semua pantai bisa dikunjungi, alangkah murahnya. Sepertinya tak sebanding harganya dengan apa yang ku bayangkan ketika melihat beberapa foto yang dipublikasikan di depan loket, begitu mempesona jajaran pantai yang akan ku kunjungi. Tak sabar setelah mendengar informasi dari bapak penjaga loket, aku melanjutkan untuk segera sampai.

Kami memilih Pantai Drini sebagai tujuan awal, yang menurut teman ku pantai ini masih terjaga. Keindahan pantainya memang menarik perhatian ku, hamparan laut yang biru di atapi oleh luasnya langit biru sehingga awan pun berarak seolah sedang bercumbu dengan cahaya Matahari yang bersinar. Sungguh indah ditambah pasir putih dan beningnya air sepanjang kawasan pantai. Semuanya bekerjasama menggodaku untuk langsung menghampirinya. Tak tahan dengan godaan yang begitu berat, akhirnya walaupun hanya sesaat aku pun menceburkan diri ke laut walaupun hanya sebatas lutut, dan dengan berjalan-jalan hati-hati menyusuri pantai tanpa sandal jepit yang di dalamnya banyak bulu babi. Ada beberapa pemancing tradisional saya jumpai di pulau kecil ini, Ibu-ibu yang memungut kerang, selain itu ada juga beberapa rumah penduduk yang menjual kelapa muda di pinggir pantai. Sungguh keindahan yang luar biasa tercipta untuk negeri Indonesia yang indah ini.

Damn! I love Indonesian.





Berikut ini sebagian kecil dari pantai Drini yang ada di kawasan selatan Wonosari, masih ada enam pantai lagi yang mempesona.
















Truly Magnificent Borobudur Temple at the Vesak Full Moon

Sering aku melihat gambar-gambar kemegahan Candi Borobudur, begitu memepesona dan memikat mata. Tetapi ketika aku melihat beberapa foto yang diambil pada malam hari, sungguh menambah kekagumanku akan kemegahan Candi Borobudur. Dalam pikiranku terbersit ingin mengabadikannya di saat malam hari. Mulailah ku mencari informasi mengenai akses Candi Borobudur  pada malam hari agar bisa mendapatkan gambar seperti foto yang kulihat....ternyata, Candi Borobudur tidak setiap saat terang benderang, ada even-even tertentu untuk melihat kemegahan Candi Borobudur disaat malam salah satunya even waisak. Ku lihat kalender dinding pas sekali dengan long weekend 5 hari dengan tanggal 17 Mei nya peringatan Waisak. Tak ku sia-siakan  segera untuk memesan langsung tiket bus ke Yogyakarta karena khawatir long weekend ini akan kehabisan tiketkebiasaan orang-orang yang memanfaatkan waktu libur.

ritual Waisak di pelataran Candi Borobudur diterangi purnama
Jum'at sore jam 18.00 aku berangkat ke pull bis BE, disana telah menunggu teman-temanku Restu, Kuhe dan mba' Fatma. Hanya sebentar menunggu, jam 19.00 giliran bus ku pun bergerak menuju ke luar pull untuk membawa kami menuju Stasiun Blabak, jalan lintas Yogya - Magelang. Sebuah tempat perhentian pertama di daerah Sumedang. Akupun membasuh muka yang begitu kantuk di sebuah rumah makan yang ditongkrongi oleh bus angkutan antar Provinsi. Aku memesan pop mie untuk pengganjal perutku agar tidak sempoyongan di sisa perjalanan yang masih 9 jam lagi. Hampir lima belas menit kami  menikmati peristirahatan ini, bus pun segera diberangkatkan. Ah sialan, ku kira bus yang ku naiki ini secepat namanya Bandung - Yogya bisa ditempuh dengan sepuluh jam...ternyata lewat dari perkiraanku sampe di Stasiun Blabak tempat perhentian kami menunjukkan jam 07.00,  padahal masih 63 KM lagi dari kota Yogya. Kemudian ku tanya mba' Fatma kenapa bus yang kita tumpangi tak secepat namanya??dia menjawab banyak keluhan penumpang belum ada kendaraan umum yang beroperasi apabila sampainya shubuh hari...aku pun memakluminya. 

Kemudian kami pun melanjutkan perjalanan ke rumah Nenek temanku Kuhe dan Mba' Fatma di daerah Sawangan berjarak 3 KM dari Stasiun Blabak dengan menumpangi angkutan pedesaan. Akhirnya aku pun sampai di rumah yang sederhana berarsitektur tradisional Jawa, dengan beratap genteng yang disela-selanya disinari matahari pagi. Sungguh menyenangkan dan menambah segar dengan view Gunung Merapi dan Gunung Merbabu, oalah.... Aku sudah tidak tahan lagi dengan badan tidak begitu enak, bahkan bergerak pun susah karena tidur di perjalanana bis semalam kurang. Akhirnya ku baringkan sejenak melepas penat badan, lumayan nyenyak dan segar kembali meski hanya 2 jam.

rumah nenek di Sawangan

Even Ritual Waisak

Sore ini hari keempat aku berada di Sawangan tepat dilaksanakannya perayaan Waisak. Aku segera berkemas menyiapkan tasku untuk pergi menyaksikan sebuah even ritual yang sangat menarik ini, baterai kamera ku sudah terisi penuh, memori dan tripod tak lupa aku sandang.  Rencanaku jam 6 sudah sampai di Candi Borobudur. Perjalanan dari Sawangan ke Candi Borobudur bisa ditempuh dengan waktu 15 menit. Atas saran Pak Lek Bud melewati jalan alternatif melewati Pasar Blabak yang keluarnya Candi mendut untuk menghindari macet, maka akupun mengikuti saran Pak Lek Bud. Akupun berpamitan terlebih dahulu ke semua anggota keluarga di rumah nenek, Ibu Kuhe dan Mba' Fatma serta Pak Lek Bud karena aku akan pulang ke Yogya, rasa terima kasihku tak lupa kepada mereka yang bersedia menerima ku beristirahat selama di sana..sungguh baik sekali. Akhirnya aku pun berangkat ditemani Bang Surya temanku asal Pontianak yang berkuliah di Hukum UGM. Perjalanan kesana begitu indah, hamparan perbukitan memmbentang luas. Petani yang pulang menggiring itik, ibu-ibu yang pulang bergendong bakul, anak-anak yang bermain sepeda dan pemuda-pemuda bermain bola di tengah lapangan. Pemandangan yang begitu indah menurutku. Setelah perjalanan sekitar 25 menit akhirnya kami sampai juga di Candi Borobudur. Aku tidak bisa menahan keinginanku untuk segera mengabadikan megahnya Candi Borobudur saat perayaan Waisak. 

ribuan orang berkumpul menyaksikan ritual waisak
Ribuan orang berkumpul, tua, muda, anak-anak, dan bahkan non-umat Budha dari kejauhan berbondong-bondong menuju arah tempat diadakanya ritual Waisak. Banyak diantara mereka membawa serta keluarga. Semakin malam semakin ramai saja yang memenuhi area pelataran candi Borobudur ini. Aku melihat mereka semua sangat gembira untuk menyaksikan acara Waisak ini. Peringatan Waisak di area pelataran Candi Borobudur begitu indah menurutku. Di bawah sinar Purnama yang menerangi menambah suasana kemegahan Candi dan Waisak sendiri. Dari parkiran di hotel Manohara aku harus berjalan mengitari Candi untuk mendapatkan tempat terbaik. Ditambah lagi lalu lalang sebagian umat yang telah selesai beribadah membuat jalan ini sulit untuk dilalui.  Belum lagi orang-orang yang hendak menyelamatkan diri dari gerimis hujan. Aku harus sedikit bersabar melangkah…!

umat Budha hikmat mendengar khutbah Waisak
Aku berkeliling di areal pelataran Candi Borobudur ini mencari tempat yang nyaman untuk menyaksikan ritual Waisak. Tak lama, gerimis pun turun kembali membuat para pengunjung beranjak mencari tempat berteduh sementara umat tetap hikmat mengikuti ritual detik demi detik. Walhasil areal depan para biksu dan biksuni pun sepi ditinggali. Akupun berpindah untuk lebih ke depan berharap mendapati angle yang baik, tak ku hiraukan hujan segera ku duduki barisan kedua. Akhirnya bersamaan dengan doa yang dipanjatkan para biksu dan biksuni hujan pun reda. Aku pun mengikuti khutbah pesan Waisak dari Bhikkhu Wongsin Labhiko Mahathera, dilanjutkan pemberian berkat dari 15 Sangha Bhikkhu.

pelepasan lampion harapan
Akhirnya prosesi terakhir pelepasan seribu lampion yang kutunggu-tunggu dimulai juga. Para panitia membagikan lampion kepada para biksu dan umat untuk diterbangkan. Beberapa dibentuk kelompok kecil yang ditangannya sudah ada lampion untuk dibakar. Pelataran pun penuh dengan orang-orang yang ingin menyaksikan pelepasan lampion. Tak hanya itu, puluhan fotografer pun telah bersiap untuk mengabadikan momen ini. Satu, dua, tiga lampion dilepaskan ke langit diiringi alunan musik dari speaker yang dipasang di pelataran bersamaan dengan harapan yang dipanjatkan. Aku semakin senang melihat antusiasme pengunjung menyaksikan ritual ini, melihat dan menikmati ritual yang begitu menakjubkan. Karena bukan hanya umat Budha sendiri yang menyaksikan pelepasan lampion ini, akhirnya panitia membagikan kepada pengunjung yang juga ingin melepas lampion.
Seluruhnya berbaur dan harmonis bersinergi membangun kebersamaan demi harapan. Sesuai dengan tema Waisak tahun ini “Kedamaian Cahaya Kebenaran”. Semoga kegiatan ini juga dapat memberikan cahaya baru dalam hidup kita masing-masing sehingga kita dapat hidup dalam  kebahagiaan dan kedamaian baik dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, maupun bernegara.

light trail lampion menuju langit
Sungguh kenikmatan tersendiri bagiku menyaksikan ritual Waisak ini, membuatku semakin ingin berkunjung ke tempat-tempat indah lainnya dan berbagi cerita tentang kekayaan negeri kita........ 

Wednesday, January 19, 2011

Digital Infrared versi Invert PS CS 4

Sekarang ini lagi trendnya kamera IR atau Infrared, tidak sedikit orang yang merelakan kameranya untuk dimodifikasi  menjadi kamera IR. Pertanyaannya, kenapa ya orang-orang rela kameranya dibikin IR???....jawabannya adalah karena gambar yang dihasilkan cukup mengejutkan tidak seperti gambar dari hasil kamera fotografi konvensional pada umumnya dan pastinya terlihat cukup menantang. Terus.....bagaimana dengan orang yang pengen menghasilkan gambar IR tapi tak ingin kamera kesayangannya dimodif/ apalagi cuma satu-satunya seperti saya?????.....mungkin kita bisa memakai filter IR Hoya 72 ataupun dengan cara mengolah gambar true color dengan Photoshop atau software lain...

yap, disini saya tidak akan berbicara tentang IR Hoya 72......belum punya kamera IR jangan sampe menghalangi kita untuk berkreasi menghasilkan gambar IR.....salah satunya dengan tekhnik menggunakan Photoshop. Meski efek gambar yang diolah Photoshop (Software lainpun) masih belum bisa disamakan dengan karakter IR sesungguhnya, paling tidak kita bisa berkreasi dengan IR tone untuk mengurangi rasa iri hati dan dengki kita  terhadap IR impian (mudah"an bisa ngoprek kamera segera). heheehehe.......

Colorful My Digital Infrared versi Invert PS CS 4
no action
no oprek camera
just Invert technique by me
use Invert with Photosop CS 4

1. File Asli
Sapulidi Resort, Lembang

2. Open File

2. Image - Adjustment - Invert

3. Hasil Invert

4. Ubah blending Invert - Color

5. Hasil gambar setelah diubah blending

6Ubah channel mixer – Red (0, 0, 100), Green (0, 100, 0), Blue (100, 0, 0) > Layer - Flatten Image

7Adjustment Layer – Channel  Mixer – Red  (140 -30  5), Green (95 10 0), Blue (-55 90 10)

8. Layer – Flatten Image

Dan hasilnya



Colorful My Digital Infrared versi Insert CS4























Semoga tutorial IR sederhana ini bisa mengobati kerinduan terhadap hasil kamera IR oprekan.hehehe